0

Maaf Teman, Namamu Kutulis di Lembar LJUku..

Posted by Shofwah on 22.14 in
        “Terserah, meskipun Anda adalah Gus, anak Kyai, saat ini Anda tidak patut dicontoh. Menurut aku Anda Terlalu banyak guyonnya. Melihat murid-muridmu terang-terangan buka buku saat ujian, masak sedikit pun Anda tidak menegurnya padahal Anda tahu. Eeeh, malah cengengesan menanggapi guyonan anak-anak pondok itu” begitulah hatiku berbicara  ketika melihat ulah pak As (nama samaran) saat menunggu ujian kami. Saat itu ujian ‘ekonomi’ kelas X, kebetulan aku sekelas dengan anak-anak pondok yang sebenarnya tidak sekelas saat KBM. Aku kelas X-1 sedangkan anak-anak pondok itu dikelaskan dalam X-2.
       Aku cukup kaget ketika melihat ulah anak-anak X-2  saat ujian berlangsung. Hampir jika ada kesempatan walau dalam kesempitan, mereka sederet bangku berusaha keras untuk membuka buku.  Kebetulan yang menjaga ujian ekonomi saat itu adalah pak As, pak guru bujang  yang sudah akrab dengan mereka, sehingga untuk mencontek  buku tidak perlu berusaha keras lagi. Kikikiiki, awalnya aku cekikikan melihat ulah mereka. Tapi entah kenapa akhirnya hatiku tidak kuat lagi melihat hal yang seharusnya tidak dilakukan di dalam kelas yang semakin panas. Mencoba untuk menegur pengawasnya, percuma saja menegurnya, toh pengawasnya tidak pun tau atau tidak mau tau bagaimana aturan ujian semestinya. Terus, apa gunanya dia ada untuk menunggu dan mengawasi ujian ini?
        Yasudahlah, tak kuhiraukan hatiku berbisik. Waktu itu aku optimis sekali karena soal-soal yang ditanyakan persis seperti soal-soal latihan yang disuguhkan di dalam buku. Meskipun jarang dikerjakan dan dibahas bersama, namun aku sudah membuat rangkuman jawabannya. Jadi walau tidak semua kuingat paling tidak, lebih dari 85% aku memahaminya.  Separuh soal telah aku selesaikan, namun lama-lama aku jadi bosan (kaya judul lagu. Hehe) dan terganggu dengan ulah teman-temanku itu. Sudah nyontek buku, pakek nyontek-nyontek ke temen-temennya lagi, rame, gak bagus koordinasinya pula. Sebenarnya tidak waktu itu saja mereka beraksi, setiap ada kesempatan, tak jarang mereka mencoba mencontek buku yang sudah dipersiapkannya. Kalau lagi tidak beruntung, ditunggu oleh pengawas yang adil, baru mereka membatalkan niatnya.  Setelah menyelesaikan soal ujian, aku tidak segera keluar kelas. Aku menunggu waktu habis dan mencoba mengamati teman-teman. Fokusku adalah pada mereka yang benar-benar membuka buku. Aku punya rencana buat mengganjar mereka, meskipun mungkin rencanaku beresiko. Namun entah, hatiku mendorongku untuk melakukannya. Kutulis sebuah memo dibawah lembar jawabanku yang kutujukan pada guru pengajar ekonomi. Disitu kujelaskan apa yang terjadi di kelas, kutulis sekitar 6-8 anak (lupa persisnya berapa) yang benar-benar kusaksikan membuka buku. Entah kekuatan apa yang memberanikanku waktu itu, Aku tidak takut jika nanti akan banyak dimusuhiku.
           Seminggu berlalu, baru saja aku memasuki kelas, terlihat anak-anak berbisik seraya melirik padaku. Aku tak tahu maksudnya apa, sampai akhirnya satu orang menghampiriku. “mb Uy, benar kamu yang mengaduh ke Bu Eni (guru ekonomi, bukan nama sebenarnya) bahwa kami buka buku waktu mengerjakan ujian?” tanyanya padaku. “Deg” aku kaget mendengar pertanyaannya itu. “ Hmm, kok kalian tau. Benar kan, bahwa kalian melakukannya? Pak As saja kalian biarkan tahu, kl Bu Eni tahu, ada masalah?” jawabku seraya mencoba agar tetap tenang. “Aku tidak mengadu teman, aku cuma katakan yang sebenarnya. Mungkin ini salah satu caraku agar kalian jerah”. Aku mencoba menjelaskan maksud apa yang sudah kulakukan itu. “Kemarin, setelah ujian kami dipanggil ke kantor Uy. Nama-nama yang kamu tulis di lembar jawabanmu itu disidang, kami harus mengikuti remedial atau nilainya akan dikurangi, Gara-gara kamu mengadu, orang tua kami terancam dipanggil ” kata seorang lagi menjelaskan. “Coba kalau yang membuka buku adalah teman sekelasmu. Apakah kamu akan mengadukannya juga? Kamu tahu, Rosa, teman sekelasmu juga buka buku, tapi kenapa tidak kamu tulis juga?”, katanya lagi. “Yang kutulis adalah mereka yang kulihat. Siapa yang tahu kalau Rosa juga demikian. Masalahnya aku tidak melihat dia membuka buku, mungkin karena bangkunya di belakangku” jawabku mengelak. “Trus, kamu menyalahkan aku, karena aku tulis namamu di LJUku? Maaf kalau aku salah, aku hanya ingin buat kalian berlaku jujur saja”. “Kami melakukan ini juga untuk menyenangkan dan membantu  orang tua yun, agar nilaiku dapat bagus, dan aku bisa pulang lebih awal tanpa ada remedial. Kamu anak rumahan, tidak pernah merasakan bagaimana jauh dari orang tua”, kata dia beralibi. Mendengar jawabannya itu, hati kecilku tersenyum “hmm, kalau sudah ketahuan begini bukannya. malah mempermalukan orang tua yaah? Okee, niatmu baik, agar tidak diremedi. Tapi caramu salah, kamu harus belajar, baca, bukannya mempersiapkan strategi mencontek yang sukses”. Perseteruanku tidak berlangsung lama, karena bel berbunyi waktu ujian dimulai dan pak guru yang bertugas menunggu dan mengawasi ujian sudah datang.
          “Mbak, katanya Pean ngelaporin anak2 X-2 karena mereka buka buku yah?” Tanya Zaza, teman sekelasku. “Kenapa Pean gak diem ajah, nanti kalau ada teman sekelas kita yang berbuat demikian, mereka akan membalasnya”. “Pasalnya mereka keterlaluan Zaa, nih kemaren bukan yang pertama kalinya aku tahu, kalau gak begitu Zaa, akan diteruskannya kelakuannya itu. Aku mampu berbuat lebih dari Tashdiqul Qolbi, ngrenteg ati ajah. Semoga aku tidak salah, dan jangan salahkan aku yaa…” kataku membela.
             Sejak saat itu teman-teman X-2 berlaku sinis terhadapku. Tapi tidak halnya dengan teman-teman X-1, karena masalah ‘aku melapor’ itu tidak menjadi kabar besar yang menggelegar. Aku bersikap biasa-biasa saja layaknya tidak pernah ada apa-apa, sehingga teman-teman juga bersikap demikian. Sikap sinis teman-teman X-2 juga tidak berlangsung lama. Alhamdulillah, masalah yang tidak dipermasalahkan akhirnya cepat reda.
        Upacara bendera, Bapak kepala sekolah memberikan sambutan pasca ujian. Beliau sedikit menyinggung masalah “berlaku curang dalam ujian, nyontek, buka buku kok alasannya bantu orang tua, hahaha … bla.. bla.. bla” begitulah sedikit potongan sambutan yang aku ingat. Ternyata teman-teman X-2 itu jujur, penjelasan yang dilontarkan kepada Bapak Ibu guru yang menyidangnya di kantor dan yang dilontarkan kepadaku sama. Dalam hati kecil kutersenyum dan mengingat apa kata mereka, aku menghargai niat mereka tapi tidak dengan caranya “… untuk menyenangkan dan membantu  orang tua”.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 My Graffiti All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.