0
Firasat Kehilangan Guru Kami
Posted by Shofwah
on
22.28
in
Cerpen
Sebentar lagi ada lomba kelas. Sebagai salah satu pejabat kelas, kami harus mengkoordinasi teman-teman agar kerja bakti bersih-bersih dan mempercantik kelas kami, II A. Oiya, kami adalah aku dan teman-temanku, ada Nike, Ifa, dan Sisi. Saat ini aku sekolah di MTs. Assa’adah II, sekolah setingkat SMP, namun banyak pelajaran muatan lokal dan agama. Embel-embel “II” berarti “putri”, yaah, sekolahku ini hanya untuk anak-anak perempuan saja. Sekolahku terpisah, jika kau laki-lak, kau dapat bersekolah di MTs. Assa’adah I. Hari Jum’at kami sepakati sebagai hari kerja bakti. Di sekolahku ini, hari Jum’at merupakan hari libur. Kerja bakti tidak dapat dilaksanakan di hari efektif, karena pada sore harinya sekolah ini ditempati kegiatan belajar mengajar SMP Assa’adah.
Kami sangat senang, rupanya teman-teman sekelas sangat antusias. Pembagian kerja didistribusikan sedemikian rupa sehingga pekerjaan menjadi mudah. Ada yang mendapat tugas menyapu, membersihkan ‘sawang-sawang’ sarang laba-laba, membersihkan kaca, hingga mengepel lantai. Kami sebagai pejabat kelas bertugas sebagai pendesain interior kelas, memasang gambar-gambar pahlawan dan gambar-gambar edukatif penunjang belajar, menyusun bank data, mendesain madding kelas, menata bangku dan meja guru agar rapi dan bersih, serta membuat kaligrafi gabus dan kreasi motto kelas.
Hmm, banyak juga ternyata pekerjaan kami. Siang itu kelar sudah kami me-make over kelas kami. Namun dasar anak gak ada kerjaan, betah banget di sekolah dan selalu saja menemukan kegiatan tak terduga, kami tidak memutuskan segera pulang seperti halnya teman-teman yang lain. Masih ada pekerjaan interior ruang yang harus kami selesaikan. Kebetulan bapak tukang kebun serta ‘penjaga’ kunci sekolah dan kantor sudah akrab dengan kami, jadi kami merasa sekolah ini milik nenek moyang kami. Kami bisa datang dan pulang seenaknya. Hehehe..
Hmm, banyak juga ternyata pekerjaan kami. Siang itu kelar sudah kami me-make over kelas kami. Namun dasar anak gak ada kerjaan, betah banget di sekolah dan selalu saja menemukan kegiatan tak terduga, kami tidak memutuskan segera pulang seperti halnya teman-teman yang lain. Masih ada pekerjaan interior ruang yang harus kami selesaikan. Kebetulan bapak tukang kebun serta ‘penjaga’ kunci sekolah dan kantor sudah akrab dengan kami, jadi kami merasa sekolah ini milik nenek moyang kami. Kami bisa datang dan pulang seenaknya. Hehehe..
Entah apa yang membuat kami kurang puas dengan apa yang sudah dikerjakan temen-teman kami. Kami merasa bangku-bangku di ruang kami agaknya kurang terlihat baik, karena ada beberapa bangku yang ukurannya tidak sama dan warnanya tidak menarik pula. Akhirnya kami tengok ke kelas-kelas lainnya. Kami ambil bangku-bangku yang bagus, kami ganti dengan bangku-bangku jelek dari kelas kami. Hhmm.. perfect, teman-teman pasti akan nyaman dengan kelas yang bersih dan indah ini. Hihihi… guyonan kami selalu mengalir. “Namun ada satu hal yang perlu diganti lagi” kata Nike. “Oiyoo, I know, bangku gurunya cari yang lbh bagusan yuuk” aku pun memahami apa yang dimaksud oleh temanku yang super pede dan gokil itu. Kami berempat memeriksa kembali kelas-kelas di lantai dua gedung sekolah kami. Akhirnya putusan kami jatuhkan pada kelas II E, kelas terpojok gedung kami. “Oke, kita gotong bareng-bareng” seru Ifa semangat.. Kami pun mengambil bangku dari kelas kami, II A dan menukar dengan mengambil bangku guru yang lebih bagus dari kelas II E. Jarak antara kelas II A dan II E lumayan jauh, karena dipisahkan oleh tiga kelas. Diiringi oleh guyonan-guyonan ria khas kami, kami mengangkat bangku bersama-sama, masing-masing anak mengangkat ujung kaki meja guru itu. Ini adalah pekerjaan terakhir yang kami rencanakan. Langkah demi langkah, langkah kami semakin cepat, tiba-tiba si Nike keceplosan malantunkan burda “maula ya sholli wa saalim daaimann ‘abada ‘ala habiibika khoiri kholqikul lihimiy… dst”. Tiba-tiba angin berhembus, wuush… bersambung…
Posting Komentar